Singapura dikenal sebagai negara yang sangat toleransi terhadap segala aspek kehidupan baik dari dalam maupun dari luar negara terutama pada kebudayaan yang sudah ada serta yang masuk ke negara ini. Maka dari itu, negara singa ini kaya akan budaya yang sangat beragam. Seperti acara seni yang satu ini, dimana tidak hanya menghibur tetapi juga bernilai budaya yang memperlihatkan toleransi di negara ini. Pada akhir Agustus hingga awal September mendatang, sebuah acara seni akan diadakan di Singapura yang menampilkan Chinese Cultural Shadow Puppet Show. Shadow puppet atau wayang kulit merupakan kesenian yang menampilkan suatu kisah budaya dalam hal ini dikhususkan menceritakan tentang cerita yang berasal dari budaya China. Wayang kulit dari budaya China ini memiliki prinsip hampir sama dengan wayang kulit yang kita kenal selama ini. Wayang yang berarti bayangan menjadi inti dari ciri khas kesenian ini dimana para penonton bisa menonton wayang dari belakang layar besar atau hanya bayangannya saja. Layar besar sebagai media pertunjukan terbuat dari kain putih sementara di belakang layarnya disorotkan lampu listrik sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat meihat bayangan wayang yang jatuh ke layar besar berwarna putih tersebut.

Wayang kulit yang akan dipertunjukan ke khalayak publik Singapura kali ini berasal dari kebudayaan China. Pertunjukan kesenian tersebut berjudul The Boy, The Shark and The Sea, pertunjukan wayang yang merupakan adaptasi dari kisah asli Taiwan yang beresonansi kuat seperti saat ini, karena telah lama untuk mencapai keseimbangan ekologi. Kisah menceritakan tentang pasangan tua yang telah lama menginginkan anak, menggali akar talas dibentuk menjadi seperti anak kecil. Pria itu bergegas ke tepi laut menyajikan talas berbentuk anak itu dan membuat permohonan untuk akhirnya memiliki anak sendiri. Segera kemudian sang istri memiliki anak yang sehat, tetapi anak laki-laki yang tumbuh untuk memelihara pendamping rahasia. Ketika anak itu sendiri dengan akar talas berharga itu berubah menjadi anak laki-laki, seperti dirinya, sempurna dalam segala hal, tapi berwarna seperti talas ungu. Kedua anak itu tidak dapat dipisahkan dalam permainan pribadi mereka. Suatu ketika, mereka bermain di pantai terpencil. Disana mereka melihat dan menemukan hiu besar kemudian anak dari pasangan itu berenang mengikuti hiu tersebut sedangkan anak talas tidak mengikuti. Anak itu segera menghilang di belakang hiu dan hilang selama beberapa hari, belajar cara berlaut. Para penduduk desa yang mencari anak laki-laki itu, akhirnya melihatnya mengendarai punggung hiu. Banyak orang yang berkumpul di pantai membuat anak laki-laki itu terharu dan hiu pun setuju mengembalikannya dengan selamat. Ketika hiu itu ingin mengembelikan anak laki-laki itu ke tepi pantai desa, para penduduk desa mulai menyerang hiu tersebut dengan tombak. Mereka salah paham mengira hiu yang telah membuat anak laki-laki itu hilang selama ini. Seketika itu, anak talas muncul bahwa hiu itu tidak sama sekali menjadi penyebab anak-anak laki itu hilang melainkan menyelamatkannya. Tetapi sayang semua telah terlambat, anak laki-laki itu selamat tetapi hiu itu terluka terkena serangan tombak dari penduduk desa. Anak laki-laki tersebut sangat sedih melihat teman hiunya terluka. Kedua anak laki-laki mendekati orangtua mereka berkata, ”Kalian memiliki dua anak laki-laki sekarang dan kita seperti tanah dan laut bersama-sama, menghargai tanah dan laut seperti kalian menghargai kita”. Kemudian mereka menyembuhkan hiu tersebut dan mengembalikannya ke laut.

Pertunjukan wayang kulit dari budaya Cina ini akan ditayangkan di NACLI Auditorium. Para pengunjung akan menikmati pertunjukan tersebut selama 45 menit dan menemukan teknik yang berbeda dari wayang kulit. Setelah pertunjukan, para pengunjung juga dapat mengikuti lokakarya bertema “I Love My Shadow” yang berlangsung selama 15 menit.